Kamis, 27 Mei 2010

NILAI HARGA DIRI

Menurut Koentjanaringrat “nilai” adalah suatu rangkaian dari konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran, mengenai apa yang dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tak berharga dalam hidup.” Dengan kata lain nilai adalah suatu kesadaran budi tentang apa yang dianggap penting dan berharga dan apa yang dianggap remeh dan tak berharga. Ada unsur intelektual, pengertian nilai juga mengandung emosional. Unsur emosional ini tercermin dalam sikap yaitu kecondongan yang berasal dari diri seorang individu untuk berkelakuan sesuai pola tertentu. Dengan kata lain kesadaran budi tentang apa yang dianggap penting, tentang apa yang dianggap remeh dinetralisasi atau terbatinkan dalam diri seseorang. Kesadaran diri dan budi ini berkelanjutan dalam tingkah laku serta tindakan. Maka berbicara tentang nilai ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu: kesadaran budi, kesadaran batin/hati dan aksi/tindakan.

Pendidikan nilai harus bisa menggugah hati anak didik (kesadaran hati) dan bukan hanya mengembangkan akal budi (kesadaran budi). Selanjutnya kedua kesadaran itu mengungkap dalam aksi. Nilai lain kemanusiaan dapat diamati atau terbukti dalam apakah tindakan-tindakan yang ada memang adil dan beradab terhadap sesama. Cinta kasih baru menjadi nilai apabila dilaksanakan dalam tingkah laku. Sering nilai tidak selalu disadari. Menentukan ada tidaknya suatu nilai dalam hidup seseorang adalah dengan menganalisis kehidupan dari perilakunya.

Yang harus diperhatikan dalam pendidikan nilai adalah adanya relasi antara orang/anak didik dengan dirinya sendiri, dengan Tuhan, dengan sesama dan dengan bumi. Kalau keempat relasi itu harmonis, akan lahir dan tumbuh kebahagiaan atau dalam istilah agama disebut keselamatan. Dengan kata lain keselamatan, itu mempunyai dimensi teologis, interpersonal, dan ekologis.

Dalam hal ini saya akan membahas satu dimensi saja, yaitu dimensi personal : mengenai harga diri.

DIMENSI PERSONAL: MENGHARGAI DIRI

Yang dimaksud dengan menghargai adalah sikap-sikap seseorang terhadap dirinya. Sikap-sikap ini dapat dikatakan sebagai pola persepsi yang kurang lebih tetap dan stabil, juga berpikir, pola menilai, pola perasaan dan pola tindakan terhadap suatu objek, orang dan yang diinginkan sebagai suatu ideal. Atau juga dapat dikatakan sebagai persepsi seseorang yang mengandung penilaian dan afektif terhadap dirinya. Setiap pribadi manusia berharga hanya berdasarkan fakta bahwa pibadi manusia layak mendapatkan penghargaan dari orang-orang lain dan dari dirinya sendiri.

Pentingnya menghargai atau menerima diri apa adanya, karena merupakan faktor penentu terhadap perilaku dan cara berelasi. Dengan kata lain cara orang berpikir , berperasaan, mengambil keputusan dan bertindak mutlak dipengaruhi oleh bagaimana orang menghargai dirinya.

Dalam setiap tahap kehidupan manusia, terutama pada masa kanak-kanak dan remaja, menghargai diri sangat berpengaruh pada perkembangan anak baik sebagai pribadi atau sebagai anak didik.

Kebalikan dari menghargai bukanlah menghargai orang lain tetapi tidak adanya penghargaan diri yang menjadi penyebab ketidakbahagiaan yang mendalam, yang biasa disebut depresi.

Orang tidak menghargai diri sendiri, yang memandang rendah dirinya bahkan membenci dirinya umumnya tidak bahagia, sebab seseorang tidak dapat sepenuhnya tidak memihak pada dirinya sendiri. Orang yang tidak aman dengan dirinya, umumnya sama sekali tidak merasa aman. Sebaliknya sikap menghargai diri umumnya dimiliki oleh orang yang berbahagia.

Perlu dibedakan, antara menerima diri yang sejati dengan yang palsu. Menerima diri yang palsu adalah merasa lebih dalam berbagai hal dibandingkan orang lain. Tidak menghargai orang lain justru merusak penerimaan diri.

Menerima diri apa adanya

Salah satu sumber kedamaian dan kegembiraan adalah sikap menerima diri apa adanya. Tanda-tanda menerima diri adalah:

Yang paling utama adalah penerimaan diri yang mengandung kepuasan penuh sukacita menjadi saya apa adanya. Ini berarti saya harus belajar bahagia dengan apa dan siapa diri saya. Untuk mengecek apakah saya menerima diri saya, saya harus bertanya, “Benar-benarkah (sungguh-sungguhkah) saya menerima diri saya sendiri? Bergembirakah saya menjadi apa dan siapa saya adanya??

Tanda-tanda penerimaan diri kelihatan dalam hidup sehari-hari. Tanda-tanda itu adalah:
1.Orang yang menerima diri adalah orang yang bahagia.
2.Mudah bergaul dengan orang lain.
3.Selalu terbuka untuk dicintai dan dipuji.
4.Mampu menjadi orang yang “real” (yang sebenarnya).
5.Menerima dirinya sendiri seperti apa dan siapa adanya sekarang ini.
6.Dapat tertawa kepada dirinya sendiri, sering dengan mudah.
7.Mampu mengenali dan mengurusi kebutuhan-kebutuhannya.
8.Bias bersikap realistis.
9.Selalu tegas menyatakan sesuatu.

Sebaliknya orang yang tidak menerima diri sendiri mempunyai prinsip-prinsip antara lain sebagai berikut:
  1. Saya harus dicintai dan disetujui oleh semua orang yang ada dalam masyarakat, terutama orang yang berarti bagi saya.
  2. Saya harus menyenangkan orang lain untuk memuaskan harapan-harapan mereka mengenai saya.
  3. Sangat sensitif terhadap kritik, sehingga mudah merasa diserang dan tersinggung.
  4. Tidak berani mengambil keputusan karena terlalu takut berbuat salah.
  5. Mudah marah bahkan terhadap hal-hal sepele.
  6. Bersikap kritis yang berlebihan karena merasa setiap hal adalah tidak menyenangkan dan tidak memuaskan.
  7. Sangat mudah merasa sedih karena melihat segalanya hitam dan negatif, yaitu tentang hidupnya, masa depannya dan begitu pula tentang dirinya.

Belajar Menerima/Mencintai/Menghargai Diri

Menerima diri bukanlah suatu anugerah bawaan tetapi buah/hasil dari proses belajar. Maka perlulah kita belajar menerima diri. Untuk belajar menerima diri bisa dilakukan antara lain, sebagai berikut:
  • Senang menerima orang lain. Baik minta kepada orang lain yang kita percaya untuk mengungkapkan segi-segi positif dari diri kita lebih-lebih di kala kita sedang sedih atau merasa tak berharga.
  • Menghargai diri sendiri dengan yaitu: mencoba selalu berpikir positif dan realistis tentang diri sendiri. Di samping menyadari kekurangan yang ada pada diri sendiri, selalu mencoba untuk menyadari segi-segi positif dari diri sendiri dan keberhasilan yang pernah dicapai. Lebih cenderung memahami dan mengampuni diri sendiri daripada marah, jengkel dan menghukum diri sendiri karena kesalahan-kesalahan sendiri.
Harga Diri dan Prestasi Belajar

Harga diri merupakan salah satu syarat yang penting bagi kesuksesan anak di Sekolah. Anak-anak yang cerdas namun harga dirinya bisa mendapat hasil yang kurang maksimal. Sementara anak-anak yang memiliki kecerdasan rata-rata tetapi harga dirinya kuat biasanya sukses. Anak dengan harga diri rendah cenderung mendapat sedikit kepuasan dari sekolah dan mudah kehilangan motivasi dan minat. Harga diri rendah dapat menghambat prestasi yang baik di sekolah, dan prestasi buruk akan memperbesar harga diri yang rendah.

Harga Diri dan Hubungan Antar Pribadi

Anak-anak dengan harga diri yang kuat biasanya punya hubungan yang baik dengan orang lain. Anak maupun orang dewasa suka berhubungan dengan seseorang yang menyenangkan yaitu punya harga diri yang kuat. Sebaliknya anak-anak yang memiliki harga diri yang rendah biasanya terlalu agresif atau terlalu menarik sendiri dari hubungan antar pribadi, sehingga tidak menyenangkan orang lain.

Anak dengan harga diri rendah sangat membutuhkan bimbingan antar pribadi dalam arti selalu mencari dukungan dan pengakuan dari orang lain yang dia sendiri tidak bisa berikan. Tetapi sayang, anak seperti itu cenderung merusak komunikasi dan salah menafsirkan sikap orang lain. Dia yakin penilaian orang tentang dirinya sama seperti penilaiannya sendiri.

Hal ini menyebabkan orang lain berusaha bersikap ramah kepadanya menjadi frustasi. Kalau seorang anak merasa bahwa dia tidak disukai atau tidak dihargai oleh orang lain, dia akan bersikap sama terhadap dirinya sendiri.

Orang Tua Mempengaruhi Harga Diri Anak

Anak yang tunggal bersama keluarganya dalam situasi tidak ramah, di mana dia merasa ditolak, diperlakukan dengan kasar, bahkan dibenci akan menjadikan anak yang sulit, tidak aman pada dirinya lalu mudah terjerumus dalam perilaku yang tidak diinginkan; pemakaian narkoba atau minuman keras..

Sebaliknya anak akan berkembang baik kalau dia merasa diterima oleh orang tua atau lingkungan di keluarganya. Ia kemudian punya harga diri. Dia tidak terlalu merasa cemas ketika berbuat salah, sebab orang tuanya mengajukan bahwa tidak ada seorang manusia yang sempurna dan semua manusia sering berbuat salah. Kecuali itu, orang tua tetap mencintainya kendati dia berbuat salah merasa dicintai orang tua, bukan karena perbuatan-perbuatannya tetapi karena dirinya adalah dirinya.

Orang tua adalah “teladan” bagi anak. Banyak sekali anak meniru perasaan dan sikap disamping bahasa, tingkah laku dan perbuatan orang tua. Apa yang terjadi dalam diri orang tua dan apa tindakannya yang dilihat anak, menjadi acuan bagi anak. Anak-anak menunjuk kepada orang tua untuk mencari petunjuk berperilaku.

Orang tua dengan harga diri rendah akan berpengaruh negatif terhadap harga diri anaknya, misalnya:
  1. Orang tua dengan harga diri rendah sering merasa cemas. Kecemasan akan merusak komunikasi orang tua dengan anak.
  2. Orang tua dengan harga diri rendah akan sulit memuji secara realistis dan tepat. Mereka cenderung tidak memuji sama sekali, sedikit memuji, atau sebaliknya memuji secara berlebihan. Pujian mereka biasanya umum, tidak spesifik. Anak menyukai pujian. Bila terlalu umum, hal ini tidak memberikan informasi spesifik atas perilaku mereka. Mereka yang timbul pada anak adalah ambiguitas dan kebingungan.
  3. Orang tua hendaknya berusaha untuk memiliki harga diri yang kuat agar dapat secara efektif meningkatkan harga diri anaknya.

Peranan Guru

Hanya sedikit jumlah guru yang menyangkal kebenaran bahwa seseorang yang percaya diri jauh lebih baik untuk belajar daripada anak yang rendah harga dirinya.

Ada legenda Yunani yang menceritakan seorang raja yang bernama Pygmalion (Pigmario). Dia membuat patung seorang wanita yang sangat cantik, sampai dia jatuh cinta pada patung itu. Doa Sang Raja didengar oleh Dewi Venus, sehingga patung itu menjadi wanita sesungguhnya yang hidup. Mereka lalu menikah dan hidup bahagia.

Maka ada istilah efek Pygmalion, “Kalau kita berhubungan erat dengan orang lain, tidak boleh kita mengungkapkan kepada orang lain tentang harapan-harapan kita tentang orang lain, dan harapan-harapan itu sering menjadi suatu kenyataan”. Harapan-harapan kita mengenai mereka dapat menjadi suatu ramalan yang menjadi kenyataan.

Efek Pygmalion, karenanya menjadi hubungan antar pribadi yang mengandung harapan-harapan yang positif maupun negatif. Pygmalin positif, misalnya, “Kamu pasti berhasil”. Kata seperti ini akan membesarkan hati anak. Sedangkan Pygmalion negatif, “Ah, kamu pasti tidak bisa karena kamu pernah tidak naik kelas”, kata-kata ini akan mengecilkan hati anak tersebut.

Anak-anak tunarungu cenderung mempraktekkan atau membuat menjadi kenyataan Pygmalion positif atau negatif. Pada umumnya harapan-harapan yang negatif lebih mudah berpengaruh pada anak daripada harapan-harapan yang positif. Maka di sinilah kita ikut ambil bagian untuk mengembangkan Pygmalion positif.

Penutup

Inilah sepenggal pendidikan nilai, sebenarnya ini masih belum cukup. Mengingat ada beberapa dimensi yang belum dapat uraikan dalam artikel ini. Semoga dengan sekelumit artikel ini dapat membantu kita untuk mengembangkan nilai kita serta anak-anak tunarungu yang kita sayangi.

Berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons